.365 days ago.
Memang benar
adanya sebuah perkataan yang menyatakan bahwa manusia tidak akan pernah tau apa
yang akan terjadi di setiap menit, bahkan dikecepatan saat kelopak mata
berkedip sekalipun dalam hidupnya. Semua, segala sesuatu bisa saja berubah,
entah menjadi lebih baik atau lebih buruk daripada apa yang sudah direncanakan
sebelumnya. Manusia adalah makhluk
komplit dan sempurna diantara makhluk-makhluk yang Tuhan ciptakan. Memiliki
akal dan perasaan adalah unsur yang membuat indahnya menjadi seorang manusia. Dengan
akal, kita bisa menimbang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan, sementara
dengan perasaan, kita mendapatkan sesuatu tak kasat mata yang dengan ajaibnya
membuat kita lebih hidup.
Bicara tentang apa saja yang bisa terjadi dalam hidup ini membuat aku menyadari
satu hal ; bahwa setiap hari adalah sebuah awalan dari sesuatu yang baru.
Terhitung mulai dari kita membuka mata di pagi hari, itu bisa menjadi sebuah
tanda awal penemuan baru. Entah sesuatu yang baru itu berupa barang, pikiran,
perasaan maupun pengalaman. Karena pada dasarnya, kehidupan adalah kekal dan menetap.
Namun kita, manusia adalah sesuatu yang dinamis, dan kompleks. Juga, tak lupa dengan
adanya tangan-tangan Tuhan serta bantuan dari alam semesta yang mengatur dan membuat
apa saja bisa terjadi disaat itu juga.
Merujuk pada judul tulisan hari
ini, 365 hari yang lalu. Tulisan ini sengaja aku buat untuk merayakan atau
mungkin lebih tepatnya mencoba untuk menuangkan perasaanku dari 365 hari yang sudah
berlalu itu hingga hari ini. Hari ini, tepat satu tahun yang lalu adalah hari
pertama dimana kami memutuskan untuk bertemu, bertatap muka masing-masing
secara langsung. Hari ini, satu tahun yang lalu, sesuatu yang baru datang bukan
hanya berupa tempat, jalan atau suasana, melainkan seorang teman, bahkan
‘pintu’ ke cerita dan pengalaman yang belum pernah dipijaki.
Mendarat disebuah kedai kopi ternama di Jakarta, gedung kedai kopi itu menjadi
saksi bisu bagaimana kami menghabiskan waktu bersama sekitar 4 jam, saling
bercengkrama, terkekeh akan cerita yang kami bagi dan pergerakan-pergerakan
kecil yang kami buat. Di atas bangku kayu yang terletak di pojok kedai kopi itu
menjadi zona dimana untuk pertama kalinya mata kami secara diam-diam meng-ekori
satu sama lain, memperhatikan dan bertanya-tanya apa yang kiranya terlintas dalam
pikiran masing-masing kala itu seperti, “apakah pertemuan ini cukup mengasyikan
untuk berlanjut ke pertemuan selanjutnya?” atau, “apakah hari ini menjadi
pertemuan pertama sekaligus pertemuan kami yang terakhir?”
Mengesampingkan
tentang hal-hal apa saja yang bisa terjadi setelah pertemuan itu, aku diam-diam
menemukan diriku menikmati duduk bersebelahan dengan pria itu. Menikmati setiap
untaian kata yang keluar dari mulutnya; ia menceritakan sebuah cerita asing
bagi telingaku, menikmati udara beraroma kopi yang berkeliaran disekitar kami,
pun menikmati diriku sendiri yang sedang mengamati kepulan asap tipis dari secangkir
kopi hitam pekatnya, juga bulir-bulir embun yang berjatuhan dengan perlahan di
dinding luar gelas plastik iced latte
milkku. Itu semua adalah sesuatu yang baru untukku.
Seperti apa yang sudah aku
tulis di awal, setiap hari adalah sebuah penemuan yang baru. Dan siapa yang
bisa menyangka, setelah pertemuan yang kami sepakati tersebut menjadi sebuah
awal dari rangkaian cerita dan penemuan-penemuan baru yang terjadi dalam 1
tahun ini. Tidak ada yang bisa menebaknya memang, tapi faktanya aku beberapa
kali berusaha meraba apa maksud dari semua ini karena aku merasa aneh namun
menyenangkan ketika setiap bangun dari tidur, aku selalu mendapatkan perasaan
baru yang bersumber dari pria itu. Perasaan yang semulanya samar-samar, berubah
menjadi lebih tebal dan jelas, lalu kemudian tanpa sadar membentuk sebuah
harapan.
Harapan, mempunyai sisi dimana bisa menjadi
sangat baik karena mampu membahagiakan atau jahat karena dapat mematikan
sekaligus.
Di cerita milikku ini, harapan itu muncul bagaikan sebuah bibit kecil di dalam
pot berisikan tanah. Setiap hari selalu tumbuh dan berkembang dikarenakan sang
pemilik terus menerus menyirami dan memperhatikan. Hingga saat ini, bibit kecil
harapan itu terus menerus melebarkan rantingnya, dan tak pelak memunculkan
sebuah daun-daun cantik yang menghiasi.
Sudah 365 hari terlewati, memang ada kalanya aku merasa layu dan hampir
mati, tapi itu adalah sebuah corak yang membuatku belajar bahwa dunia memang
berputar.
Dari 365 hari yang datang bersilih, belum ada yang benar-benar berubah.
Mungkin juga aku tidak berusaha untuk mengubahnya. Perasaan-perasaan baru yang
setiap hari muncul belum mampu menggeser perasaanku kala itu, rasanya masih
sama hingga entah sampai kapan. Karena sulit rasanya untuk menebak sesuatu yang
belum terjadi.
Sejak 365 hari yang lalu, perasaan yang muncul entah itu menyenangkan,
membosankan, ataupun menyedihkan, aku tetap menikmatinya sama seperti pertama
kali kami bertemu atau bahkan lebih daripada itu. Terlebih lagi, sejak hari
itu, dia (masih) menjadi penemuan favoritku
hingga saat ini.
! this letter should be posted at 21 August, but in that happy day my bae had an important occasion and I was glad to be there; watching his smile touched the eyes was precious !
Comments