The Drama



                Akhirnyaaa, 1 semester sudah terlewati dengan sangat tidak terasa. Menjadi seorang mahasiswa tentu saja tidak semudah yang pernah aku bayangkan sebelumnya. Banyak beban dan tanggung jawab yang harus ditanggung, entah itu untuk orang sekitar atau untuk diri sendiri.
Yeah, semester 4 akhirnya sudah berlalu dengan cerita-cerita unik yang ada di dalamnya.Tepat di awal semester, aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa tidak akan ada lagi air mata untuk sesuatu yang tidak jelas. Dan.. nyatanya semua itu hanya omong kosong belaka, sulit rasanya tidak menitihkan air mata disaat banyak sekali beban yang kadang tidak bisa aku kendalikan ; baik itu beban tugas kuliah, organisasi ataupun masalah pribadi. Sebenarnya, aku ingin menceritakan salah satu mata kuliah yang ada di semester 4 ini, yaitu Drama. Sesuai dengan namanya, mata kuliah Drama memiliki cerita nano-nano yang menjadi salah satu alasan mengapa aku mengingkari janjiku sendiri. Mulai dari latihan selama 3 bulan suntuk, pemanasan fisik hingga pulang larut malam, pendalaman karakter per babak, masalah lampu, sound, dan masih banyak lagi seputar masalah produksi.
Banyak orang dan mungkin ada juga pepatah yang mengatakan bahwa kerja bersama orang banyak akan lebih mudah untuk mencapai suatu tujuan. Namun fakta di lapangan tidak pernah berjalan dengan mulus begitu saja. Drama, adalah mata kuliah yang harus kami kerjakan 1 kelas. FYI, aku adalah mahasiswa Sastra Inggris 2016 di Universitas Jenderal Soedirman  yang kebetulan bergabung di kelas A. 1 kelas memiliki sekitar 31 anak, dan entah ini suatu keberuntungan atau tidak, kelas kami hanya memiliki 4 orang pria dan sisanya perempuan. Jelas, kelas kami merasa ketar-ketir karena kekurangan tenaga seorang pria, ditambah kelas kami memilih cerita yang memiliki banyak karakter pria.
“Babad Banymas” adalah cerita yang kami ambil untuk kami pentaskan. Jadi, Drama ini adalah mata kuliah yang mengharuskan kami mementaskan sebuah pertunjukan berupa Drama yang ceritanya harus diambil dari cerita lokal daerah Banyumas. Meskipun mengambil cerita lokal, kami harus mementaskan Drama tersebut menggunakan bahasa Inggris.

                Singkat cerita, akhirnya aku dengan sangat sangat tidak menyangka terpilih untuk memerankan salah satu karakter yang notabenenya itu adalah karakter seorang pria dan menjadi karakter inti dalam cerita tersebut. Ya, aku berperan sebagai Warga Utama yang mana beliau adalah seorang Adipati. Gambaran seorang Adipati adalah pria yang memiliki derajat yang cukup tinggi, gagah, dan berwibawa sedangkan aku adalah seorang perempuan yang sama sekali sulit untuk mengekspresikan perasaanku di dunia nyata. Tentu saja menjadi seorang aktor yang harus memerankan karakter yang sangat bertolak belakang dengan karakter asliku membuat perasaan dan pikiranku tidak karuan.
Hari berganti minggu dan berganti bulan, waktu terasa sangat cepat seolah-olah mereka acuh dengan kecemasan yang melucuti ketenangan diriku. Hampir setiap malam aku tidak pernah bisa tidur nyenyak karena terus menerus menghapalkan dialogue yang cukup panjang dan rumit. Sebenarnya, Drama ini mengajarkanku untuk mengendalikan diriku sendiri di situasi yang sebenernya hanya perlu aku jalani dengan santai. Namun entah mengapa, aku adalah aku yang selalu membawa sebuah persoalan ringan menjadi begitu berat.

                Balik ke point lainnya yang sudah aku tulis di atas tadi, kami sebagai 1 kelas harus menjadi 1 tim yang mana semuanya saling membutuhkan. Sudah 2 tahun kami bersama-sama sebagi teman 1 kelas, namun baru mata kuliah Drama inilah yang mengharuskan kami menjadi sebuah tim yang solid. Aku bersyukur karena Drama ini membuat kami bertemu lebih sering di luar ruang belajar, dan berinteraksi lebih dari sekedar membicarakan mata kuliah yang sangat memuakkan. 3 bulan lamanya kami menjadi lebih dekat satu sama lain, kami pun jadi mengetahui sifat masing-masing. Ada yang selalu tepat waktu, telat, bahkan ada anak yang sering absen karena berbagai alasan. Sudah aku bilang kan bahwa fakta di lapangan tidak pernah berjalan mulus, begitu pun kami yang selama sesi latihan banyak menemukan masalah-masalah kecil yang muncul, apalagi kebanyakan dari kami adalah perempuan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa perempuan lebih mengedepankan perasaan mereka dibandingkan profesionalitas (tidak semuanya memang, tapi ini benar-benar terjadi saat itu). Aku pun tidak pelak menjadi sedikit perasa ketika ada salah satu teman kami yang jarang sekali menampakan wajahnya di sesi latihan yang begitu menyita waktu, dan energi. Namun, aku sadar bahwa aku tidak bisa memaksakan seseorang menjadi seperti apa yang aku inginkan. Semua sifat yang mereka tunjukan selama sesi latihan adalah murni sifat-sifat mereka, seperti sifat alamiah dari diri mereka. 

                Hari pertunjukan pun tiba, tepat pada tanggal 6 Juli 2018 kami menyelenggarakan sebuah pementasan Drama berjudul Babad Banyumas. Perasaanku pun semakin tidak karuan karena detak jantungku menjadi super duper cepat. Ketika hari H pun kami harus merapihkan panggung kami sendiri, seperti mengeluarkan bangku-bangku, memasang geber, lampu dan lain-lain. Selang beberapa jam sebelum pertunjukan aku masih terlihat santai dan berhasil memanipulasi pikiranku sendiri yang sebenarnya sudah mulai kehilangan akal sehat. Lalu, ketika para penonton sudah mulai memasuki ruangan, aku pun sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa... aku tidak mau menjadi seseorang dengan pikiran “yang penting ini selesai.” Tapi aku sebisa mungkin ingin menunjukan sesuatu yang akan dikenang oleh para penonton yang sebagiannya adalah teman-temanku sendiri.
Selama pertunjukan berlangsung, aku mengakui bahwa aku melewatinya dengan santai walaupun telapak tanganku menjadi basah dan dingin karena cemas, namun aku menilai diriku sendiri berhasil untuk menjadi lebih tenang saat itu. Tapi, setelah pementasan berakhir aku tidak bisa menyangkal bahwa aku gagal dalam menjiwai si kakarter tersebut dan aku merasa sedikit kecewa. Aku yakin, sebenarnya aku mampu lebih baik dari pada itu, namun entah mengapa masalah ‘penjiwaan’ begitu sulit untuk aku selami. Tapi ya sudah lah, pun sekarang semuanya sudah usai. Semuanya telah kami lewati dengan yaaa bisa kubilang dengan sukses. Aku kagum dengan kinerja teman-temanku, dengan semua spontanitas yang mereka lakukan di atas panggung. Bahkan ada beberapa aktor yang menjadi lebih berkembang ketika waktunya pementasan tiba dibandingkan pada saat latihan, dan aku lagi-lagi harus menelan pil kekecewaan karena aku tidak bisa tampil dengan all out kala itu.  


Dan ini adalah moment-moment dari sesi latihan dan setelah kami tampil. 







Dear all my friends (ELITE'16 A), thank you for being such a kind person to me. Thank you for your hard work, so we could presented our play very well. For 2 years we are together in the same building, even in the same room for sharing the sweetness and the bitterness. Also, thanks to the Drama since we could get to know each other better. May the memory of this moment will last forever and bring such a lovely feeling whenever we try to remember it. 
xx, with love
-Wita.




Comments

Popular posts from this blog

cerita pendek #2

The Dust on My Mind #2

Temanku (Sedang) Berjuang