cerita pendek #2
“sudahlah,” tegasnya. “tulisan ya tulisan. Ia berbaris namun tidak bergerak. Mati. Kata itu mati.” Tambahnya lagi, bengis. Tidak tahu saja dia bagaimana kata-kata yang orang itu tulis mengepul dari hatinya. Bergejolak, lalu ia berdetak seirama denyutan nadi. Mengalir berbarengan darah segar dalam tubuh mungilnya hingga menguliti pikirannya. Terus dan menurus menekan saraf motoriknya, ia tarik pelatuknya sampai jari-jari membiru karena menahan ledakan-ledakan. Begitu saja kau membacanya? Dingin dan acuh seolah kata-kata yang orang itu rangkai adalah tai hitam yang muncrat ke kertas putih. Tidak tahu saja dia, rasa sayang yang tadinya hangat melebihi sinar matahari itu redup dan padam karena baru saja kau lecut tulisannya. Kau preteli jantungnya dengan sebilah belati tajam tak kenal ampun. Retak sudah hatinya sampai-sampai kepingan halusnya pun menembus kulit tebalmu. “selamat tinggal,” suaranya lantang tanpa ragu.